Pembodohan Siswa Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak dapat lepas dari kehidupan. Dengan pendidikan, kita bisa memajukan kebudayaan dan mengangkat derajat bangsa di mata dunia internasional. Kata Daoed Joesoef: “pendidikan merupakan alat yang menentukan sekali untuk mencapai kemajuan dalam segala bidang penghidupan, dalam memilih dan membina hidup yang baik, yang sesuai dengan martabat manusia.” Statement yang di ungkapakan oleh Daoed Joesoef menunjukkan betapa pentingnya pendidikan, namun apa yang akan terrjadi ketika suatu pendidikan dikatakan sebagai pengangkat derajat bangsa, sebuah alat penentu mencapai kemajuan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Seperti pendidikan kita yang seharusnya menjadi sebuah alat untuk mencetak manusia-manusia yang berprestasi, cerdas, tapi menjadi sebuah alat pembodohan. Kenapa demikian?
Pembodohan Siswa Tersistematis
Pembodohan siswa memiliki makna yang begitu dalam tentang berbagai kesalahan dalam pelaksanaan pendidikan kita. Kata pembodohan lebih menekankan adanya “subyek” indoktrinasi dalam proses pendidikan. Oleh karenanya kita perlu mengetahui bentuk-bentuk perilaku pembodohan yang telah terjadi supaya menjadi cerminan bagi kita dan para “pelaku” pendidikan untuk berbuat lebih baik dan membangkitkan pendidikan kita.
Perdebatan mengenai pergantian dan atau perubahan kurikulum, materi pelajaran, distribusi informasi, inovasi pembelajaran, filterisasi informasi, sertifikasi guru, kompetensi siswa, mahalnya biaya sekolah, biaya buku, biaya seragam, rendahnya penghargaan terhadap guru dan lain sebagainya merupakan sederetan panjang kasus-kasus dalam dunia pendidikan yang sekaligus media proses pembodohan siswa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan demikian bersekolahpun justru hanya akan melangsungkan praktik pembodohan.
Sekolah dalam anggapan banyak orang tua mungkin merupakan harapan satu-satunya bagi pendidikan anak agar dapat meraih masa depan yang gemilang. Namun celakanya harapan tersebut tampaknya mulai sirna. Sekolah tidak lagi bedaya untuk memberikan harapan-harapan dan juga tidak berdaya menghasilkan manusia yang tangguh menghadapi tantangan baik moral maupun intelektual. Angka pengangguranpun terus melambung tinggi. Lantas siapa yang disalahkan? Sekolah ? siswa ? orang tua ? ataukah guru?
Perilaku pembodohan siswa yang tersistematis telah menjadi penyebab bagi gagalnya pendidikan anak bangsa yang berkualitas. Perilaku pembodohan tersebut kini bahkan sadar tidak sadar telah mendarah daging dalam praktik pendidikan di Indonesia. Pemalsuan ijazah, penjualan gelar, penyuapan dari orang tua ke guru, guru yang asal mengajar, hingga pergantian penguasa yang tidak banyak membawa perubahan selain sekedar berganti-ganti kurikulum.
Konsep tripusat pendidikan yang diciptakan oleh Ki Hajar Dawantara yaitu pendidikan di lembaga pendidikan, pendidikan di masyarakat, dan pendidikan keluarga hanya sekedar yang seakan-akan dijalankan. Lebih tepatnya , Indonesia hanya menerapkan tunggal pusat pendidikan yaitu pendidikan di lembaga sekolah. Sekolah adalah satu-satunya tempat belajar yang bisa mengantarkan pada kecerahan masa depan, sehingga keluarga dan masyarkat hanya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak mereka di sekolah sehingga terkesan lepas tangan. Yang terpenting bagi mereka adalah anaknya bisa mendapatkan ijazah sebagi bukti kelulusan dengan nalai-nilai yang sempurna, dan ketika anak mereka gagal dalam pendidikan yang disalahkan adalah sekolah.
1. Realita pendidikan di Indonesia yang mana orang miskin dilarang sekolah karena pendidikan dengan biaya yang sangat tinggi mengakibatkan warga masyarakat yang ingin mengikuti pendidikan mengalami kesulitan, sehingga pendidikan nasional belum dapat dirasakan masyarakat. Berubah-ubahnya kurikulum menjadi kebingungan tersendiri bagi pendidik dan peserta didik dan hal ini seakan-akan menjadikan siswa hanya sebagai kelinci percobaan untuk menemukan kurikulum mana yang cocok yang memiliki pengaruh besar bagi mutu pendidikan. Anehnya lagi perubahan kurikulum yang membingungkan menjadi ladang uang bagi pihak tertentu. Belum lagi rendahnya mutu guru sebagai akibat dari profesi guru yang hanya menjadi tempat pelarian setelah orang-orang gagal memperoleh pekerjaan yang lebih menjamin kesejahteraan mereka.
2. Betapa tragisnya menjadi siswa. Anak SD mencoba gantung diri, bocah SD gantung diri gara-gara tak mampu bayar SPP, tak lulus UAN seorang siswa SMA coba bunuh diri, biaya mahal banyak siswa terancam putus sekolah semua itu adalah kisah-kisah tragis yang dialami oleh siswa-siswa yang malang, yang terpuruk dalam kemiskinan, yang terampas haknya untuk mendapatkan kebahagian dalam pendidikan sebagai akibat dari privatisasi pendidikan yang kebablasan.
3. Mengenai kemana system pendidikan kita akan berkiblat. Mungkinkah karena perasaan egoisme, suka meniru, jika tidak dari luar negeri tidak inilah yang akhirnya menjadi carut marutnya system pendidikan kita. Hingga akhirnya bangsa ini tidak memiliki karakter, cirri, budaya, dan cara sendiri yang tentunya akan lebih sesuai, tepat, dan pas bagi system pendidikan kita.
4. Berisikan munculnya persoalan-persoalan akibat berlakunya kurikulum baru. Ketidakoptimalan kurikulum 2004 yang menyisakan banyak persoalan tentang ketidakpastian dalam pelaksanaan. Ketidakoptimalan KBK yang disebabkan oleh tiga hal yaitu pertama inkonsistensi aplikasi yang mengakibatkan amburadulnya pelaksanaan pendidikan. Kedua perbedaan interpretasi dan implementasi KBK di tingkat penatar, kepala sekolah dan para guru karena belum optimalnya sosialisasi. Ketiga, kemunculan KBK yang berpijak pada asumsi bahwa kondisi sekolah di Indonesia tidak sama seharusnya menjadi kerangka dasar bagi pemerintah dalam menerapkannya. Kemudian muncullah KTSP. Belum lagi pemahaman yang sepenggal mengenai kebijakan pendidikan justru menimbulkan wacana bahwa otonomi pendidikan yang pada gilirannya memunculkan komersialisasi dan kapitalisme di dunia pendidikan. Yang pada akhirnya pendidikan nasional kita masih terhimpit dengan persoalan kurikulum dan anggaran.
5. Perilaku pembodohan siswa yang sering terjadi di tri pusat pendidikan yaitu pertama dalam rumah tangga yang berbentuk kurangnya perhatian, menyuap sekolah (guru), pemaksaan hak, menyuruh anak mencari nafkah, keras dalam mendidik. Kedua dalam sekolah, perilaku pembodohan siswa yang sering terjadi di sekolah adalah manipulasi nilai,guru tidak percaya diri, gaya belajar yang membodohkan siswa, soal ujian sama persis dengan tahun sebelumnya, hukuman yang tidak mendidik, guru yang tidak ideal. Ketiga pembodohan dalam masyarakat diantaranya adalah budaya kapitalis, anarkis, kurangnya partisipasi masyarakat dalam pendidikan dan ijazah palsu. Dampak dari kesalahan kebijakan pemerintah adalah termasuk tindakan pembodohan siswa diantaranya mahalnya buku, pegadaan dan penyebaran guru, standarisasi kelulusan siswa, mendiskriminasikan keberadaan sekolah swasta, sekolah gratis.
6. Berisi tentang upaya penghapusan pembodohan dalam pendidikan yang dapat dilakukan dengan cara bebaskan siswa dari pengkatrolan nilai ujian, merancang dana pendidikan anak dan meningkatkan keprofesionalan dan peran guru.
7. mengenai kebijakan pembaharuan pendidikan di tanah air dapat dikatakan senantiasa gagal akibat adanya ketergantungan penentu kebijakan pendidikan dalam perubahan social yang sudah usang, sehingga ketergantungan ini menyebabkan adanya harapan – harapan yang tidak realistis dan tidak tepat terhadap efikasi pendidikan. Sehingga bagaimana mewujudkan sekolah mandiri.
0 comments:
Posting Komentar